Wudhu Batin

Isam bin Yusuf adalah seorang ahli ibadah yang terkenal wara' (hati-hati), tawadhu' (rendah hati), taat beribadah, dan senantiasa khusyuk dalam shalatnya. Karena kehati-hatiannya, ia selalu khawatir bila ibadahnya tidak diterima oleh Allah SWT. Karenanya, Isam senantiasa menjaga dirinya dari hal-hal yang menyebabkan ibadahnya tertolak. Sebab, akan sia-sialah apa yang dikerjakannya, bila ibadahnya tidak diterima Allah SWT.


Suatu hari, Isam menghadiri pengajian yang diajarkan sufi ternama, Hatim al-Asham. Kesempatan ini digunakannya untuk menggali ilmu dari Hatim. "Wahai Abu Abdurrahman, bagaimanakah cara Anda shalat?"

Hatim menjawab, "Apabila waktu shalat telah tiba, maka aku berwudhu secara lahir dan batin."


Isam bertanya lagi. "Bagaimanakah wudhu batin itu?"
         
"Wudhu lahir adalah membersihkan anggota wudhu sebagaimana yang diajarkan Alquran dan hadis Nabi SAW."

Sedangkan wudhu batin itu, kata Hatim, membasuh anggota badan dengan tujuh cara, yakni (1) senantiasa bertobat kepada Allah atas segala dosa; (2) kemudian menyesali segala dosa-dosa yang dikerjakan dan berjanji untuk tidak mengulanginya lagi. (3) Membersihkan diri dari cinta dunia (hubbuddunya); (4) menghindarkan diri dari segala pujian manusia; (5) meninggalkan sifat bermegah-megahan; (6) tidak berkhianat dan menipu; (7) serta menjauhi perbuatan iri dengki.

"Kemudian, aku pergi ke masjid, lalu kuhadapkan wajahku ke arah kiblat dan hatiku kepada Allah. Selanjutnya, aku berdiri dengan penuh rasa malu di hadapan Allah. Aku bayangkan bahwa Allah ada di hadapanku dan sedang mengawasiku. Sementara surga ada di sebelah kananku, neraka di sebelah kiriku, malaikat maut di belakangku. Dan aku membayangkan pula, seolah-olah aku berada di atas jembatan Shirat al-Mustaqim. Dan aku anggap shalat yang akan aku kerjakan adalah shalat terakhir bagiku."

"Kemudian aku bertakbir, dan setiap bacaan dalam shalat, senantiasa aku pahami maknanya. Aku juga rukuk dan sujud dengan menganggap diriku sebagai makhluk yang paling kecil dan tak punya kemampuan apa pun di hadapan Allah. Selanjutnya aku akhiri dengan tasyahud (tahiyat) dengan penuh penghambaan dan pengharapan kepada Allah, lalu aku memberi salam. Demikianlah shalatku selama 30 tahun terakhir ini," ujar Hatim.

Mendengar penjelasan Hatim ini, Isam bin Yusuf pun tertunduk lesu dan menangis. Ia membayangkan bahwa ibadahnya selama ini masih belum seberapa dibandingkan dengan ibadah yang dikerjakan Hatim al-Asham. Segala sesuatunya dilaksanakan dengan penuh pengharapan dan ridha Allah, serta selalu diawali dengan kesucian lahir batin.

Wudhu merupakan pintu masuk menuju ibadah yang terbaik, yakni shalat dan berdialog dengan Allah SWT. Sebab, wudhu merupakan bentuk kesucian lahir. Tanpa kesucian lahir, mustahil pula akan tercapai kesucian batin. "Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya." (QS al-Kahfi [18]: 110). Wallahu a'lam.

Oleh Syahruddin El-Fikri


Artikel Terkait:

0 komentar:

Post a Comment