Kemandirian perempuan dalam membangun bisnis bisa dibuktikan oleh kaum ibu. Salah satunya dengan mengolah sampah plastik menjadi produk Trashion. Komunitas peduli lingkungan yang kebanyakan ibu rumah tangga ini sudah berjalan sejak 2007.
Heryanti Simarmata (40) yang akrab disapa Yanti adalah penggagas ide pengolahan sampah plastik dari limbah rumah tangga. Dengan mengajak para ibu rumah tangga yang tinggal di kawasan Pasar Minggu, Yanti mengembangkan peluang bisnis sekaligus alternatif solusi lingkungan.
Persoalan lingkungan memamg menjadi perhatian bagi yanti. Sebelum tercetus ide mengolah plastik menjadi berbagai produk tas, dompet, payung dan lainnya, yanti terlebih dahulu membawa lingkungannya menjadi pemenang Jakarta Green & Clean pada tahun 2007 dan 2008. Kawasan tempat tinggal yannti memamg sarat penghijauan. Pepohonan mendominasi jalan kecil sepanjang tempat tinggalnya. Lebih ‘hijau’ lagi dengan terkenalnya produk Transhion hingga ke negara lain.
Bisnis Trashion ditularkan Yanti ke komunitas ibu rumah tangga di sejumlah titik di Jakarta. Saat ini terdapat sekitar 60 orang binaan aktif dari komunitas Trashion. Kaum ibu pun menjadi berdaya dengan keterampilan sederhana. Bagi Yanti, menjadi perempuan mandiri sekaligus ibu dalam keluarga, membutuhkan keseimbangan peran.
Para ibu bisa mengantongi mulai Rp 7.000 untuk membuat dompet koin handmade dari bahan sampah plastik. Untuk membantu proses pengumpulan bahan baku dan pencucian (membersihkan plastik dari sisa sabun) para ibu juga mendapat imbalan mulai Rp 3.500 hingga Rp 5.000 per kilogram. Inilah dampak ekonomis dari sampah plastik rumah tangga.
Meski begitu, kaum ibu yang berbisnis seringkali dihadapkan pada urusan domestik dan keluarga. Padahal kemandirian kaum hawa ini bisa menjadi penghasilan tambahan atau bahkan utama dalam keluarga.
Para ibu bisa mengantongi mulai Rp 7.000 untuk membuat dompet koin handmade dari bahan sampah plastik. Untuk membantu proses pengumpulan bahan baku dan pencucian (membersihkan plastik dari sisa sabun) para ibu juga mendapat imbalan mulai Rp 3.500 hingga Rp 5.000 per kilogram. Inilah dampak ekonomis dari sampah plastik rumah tangga.
Meski begitu, kaum ibu yang berbisnis seringkali dihadapkan pada urusan domestik dan keluarga. Padahal kemandirian kaum hawa ini bisa menjadi penghasilan tambahan atau bahkan utama dalam keluarga.
"Tak sedikit para ibu yang akhirnya terhenti aktivitasnya. Ada juga yang kesulitan membagi waktu dengan keluarga dan akhirnya memprioritaskan keluarga daripada bisnis," papar Yanti kepada Kompas Female.
Kesepakatan awal dengan keluarga terutama suami bisa menjadi salah satu bentuk keseimbangannya. Yanti mengaku dirinya termasuk tipikal perempuan aktif yang tak bisa hanya diam. Kreatifitas, ide dan mimpinyalah yang mendorong Yanti untuk memberdayakan diri dan lingkungannya. Dalam menjalani usaha Trashion misalnya, Yanti seringkali meninggalkan keluarga selama tiga hari.
"Undangan untuk memberikan pengalaman dan keterampilan daur ulang sampah plastik datang dari mana saja," kata Yanti yang mengaku sudah berbagi dengan kaum ibu di Makassar, Yogyakarta, Solo hingga Gorontalo untuk menularkan Trashion.
Yanti berbagi trik dalam menjaga keseimbangan perannya sebagai ibu dan pebisnis.
Saling menghargai pasangan
Persoalan menghargai pasangan menjadi fondasi utama dalam menjaga keharmonisan keluarga, terutama ketika keduanya bekerja. Dalam hal ini, baik suami maupun istri membebaskan pasangan untuk menentukan pilihan. Mengetahui sang istri sangat aktif dan kreatif, Nuryatim (43) suami dari Yanti membebaskan istrinya bekerja. Syaratnya, Yanti harus membawa anaknya.
Kesepakatan awal dengan keluarga terutama suami bisa menjadi salah satu bentuk keseimbangannya. Yanti mengaku dirinya termasuk tipikal perempuan aktif yang tak bisa hanya diam. Kreatifitas, ide dan mimpinyalah yang mendorong Yanti untuk memberdayakan diri dan lingkungannya. Dalam menjalani usaha Trashion misalnya, Yanti seringkali meninggalkan keluarga selama tiga hari.
"Undangan untuk memberikan pengalaman dan keterampilan daur ulang sampah plastik datang dari mana saja," kata Yanti yang mengaku sudah berbagi dengan kaum ibu di Makassar, Yogyakarta, Solo hingga Gorontalo untuk menularkan Trashion.
Yanti berbagi trik dalam menjaga keseimbangan perannya sebagai ibu dan pebisnis.
Saling menghargai pasangan
Persoalan menghargai pasangan menjadi fondasi utama dalam menjaga keharmonisan keluarga, terutama ketika keduanya bekerja. Dalam hal ini, baik suami maupun istri membebaskan pasangan untuk menentukan pilihan. Mengetahui sang istri sangat aktif dan kreatif, Nuryatim (43) suami dari Yanti membebaskan istrinya bekerja. Syaratnya, Yanti harus membawa anaknya.
Persyaratan ini dipahami bersama dan dikomunikasikan. Yanti memilih bisnis sebagai satu-satunya kesempatan untuk aktualisasi diri dengan kebebasan waktu untuk keluarga, terutama anak. Pilihan ini disepakati bersama atas dasar saling menghargai pasangan. Bentuk penghargaan lain adalah, baik istri maupun suami, berapapun tingginya hasil pendapatan masing-masing, disepakati menjadi uang bersama.
Prioritas pada keluarga
Tugas luar kota membuat Yanti seringkali harus meninggalkan tiga anaknya. Dengan komitmen awal, berbisnis dan menjadikan keluarga sebagai prioritas utama, membuat Yanti mampu mengatasi problem ini. Problem yang diakuinya sering menjadi pemicu konflik pasangan yang istrinya berbisnis. Menurut Yanti, kembali kepada kesadaran individu. Sebagai ibu, meski terpisah jarak dengan anak, Yanti setiap pagi memastikan anaknya sudah bangun dan pergi ke sekolah. Aktivitas ini tidak lantas menjadi tuntutan dari suami dan bukan menjadi beban baginya. Jika pesanan produk membludak, dan Yanti harus turun tangan membantu karyawan, sang anak pun diajak duduk bersama mengerjakan pekerjaan rumah dari sekolahnya. Bekerja sekaligus membantu anak belajar.
Membangun kepercayaan
Memposisikan diri sebagai pebisnis dan ibu serta istri dengan tepat dan baik. Artinya, bagaimana bersikap, berbicara, berperilaku terhadap orang lain sehubungan dengan urusan bisnis menjadi kunci utama. Dengan sikap mental seperti ini Yanti merasa kepercayaan terbangun dalam keluarga, anak dan suami.
Tugas luar kota membuat Yanti seringkali harus meninggalkan tiga anaknya. Dengan komitmen awal, berbisnis dan menjadikan keluarga sebagai prioritas utama, membuat Yanti mampu mengatasi problem ini. Problem yang diakuinya sering menjadi pemicu konflik pasangan yang istrinya berbisnis. Menurut Yanti, kembali kepada kesadaran individu. Sebagai ibu, meski terpisah jarak dengan anak, Yanti setiap pagi memastikan anaknya sudah bangun dan pergi ke sekolah. Aktivitas ini tidak lantas menjadi tuntutan dari suami dan bukan menjadi beban baginya. Jika pesanan produk membludak, dan Yanti harus turun tangan membantu karyawan, sang anak pun diajak duduk bersama mengerjakan pekerjaan rumah dari sekolahnya. Bekerja sekaligus membantu anak belajar.
Membangun kepercayaan
Memposisikan diri sebagai pebisnis dan ibu serta istri dengan tepat dan baik. Artinya, bagaimana bersikap, berbicara, berperilaku terhadap orang lain sehubungan dengan urusan bisnis menjadi kunci utama. Dengan sikap mental seperti ini Yanti merasa kepercayaan terbangun dalam keluarga, anak dan suami.
"Keluarga sangat memberikan dukungan terhadap kegiatan saya sebagai pebisnis. Mereka tidak menuntut saya, tidak melarang saya beraktivitas, itu bentuk dukungannya," papar Yanti.
Dengan caranya, Yanti bermimpi bisa terus mengembangkan usaha dan mencapai mimpinya, membuka gallery di Bali. Menurutnya, Bali menjadi tempat paling efektif mempromosikan produk lokal ke pasar global. Berdaya dan mandiri, serta mencipta lapangan kerja menjadi kekuatan yang membesarkan ibu tiga anak ini.
Dengan caranya, Yanti bermimpi bisa terus mengembangkan usaha dan mencapai mimpinya, membuka gallery di Bali. Menurutnya, Bali menjadi tempat paling efektif mempromosikan produk lokal ke pasar global. Berdaya dan mandiri, serta mencipta lapangan kerja menjadi kekuatan yang membesarkan ibu tiga anak ini.
Sumber : Kompas
0 komentar:
Post a Comment