Li Ka-Shing Sang Raja Bisnis

Image Majalah Forbes menempatkan Li Ka-Shing (79) sebagai orang kesembilan terkaya di dunia dengan harta senilai USD32 miliar atau setara Rp302 triliun.

Tidak terbantahkan lagi, kekayaannya tersebut menahbiskan Li sebagai orang paling kaya di Hong Kong. Dialah raja di antara sekitar 40 konglomerat di kota bekas koloni Inggris itu.


Forbes melaporkan, membumbungnya harga-harga properti dan kedekatan dengan ekonomi China menjadi beberapa faktor penyebab mengapa banyak penduduk Hong Kong semakin kaya.

Tidak heran jika melihat mobil-mobil mewah semacam Rolls Royce dan Porsche hilir mudik di jalanan Hong Kong. “Fenomena ini membuktikan bahwa Hong Kong tetap menjadi salah satu wahana kondusif untuk bisnis dan investasi. Tampaknya hal ini sulit untuk diubah,” kata Redaktur Senior Forbes Russell Flannery.

Tahun 2007 ini pun menjadi tahun emas bagi Li. Penobatan Forbes menjadi sebuah bukti betapa CEO Cheung Kong Holdings dan perusahaan telepon genggam Hutchison Whampoa itu adalah perunding andal dalam transaksi bisnis.

Betapa tidak, dengan nalar bisnis Li, Hutchison sukses menyuntikkan saham ke perusahaan telekomunikasi Vodafone dengan muatan dana segar senilai USD11 miliar (Rp103 triliun). Hal inilah yang membuat Li sukses mengalahkan konglomerat-konglomerat Hong Kong lainnya.

Sebagai orang terkaya, sudah pasti pengaruh Li begitu mengakar di Hong Kong. Li mengaku tidak terbiasa menghabiskan waktu seharian tanpa memperkaya keluarganya yang kini menjalankan perusahaan properti, energi, telekomunikasi, dan bisnis ritel.

Wajar jika pada 2007 lalu, kekayaan Li bertambah hingga 42 persen alias meningkat USD10 miliar dari tahun sebelumnya. Anaknya, Richard, 41, duduk di pos ke-24 orang terkaya Hong Kong dengan kekayaan USD1,52 miliar (Rp14 triliun).

Atribut konglomerat yang disandang Li merupakan buah manis dari jerih payahnya. Kesuksesan pengusaha yang meninggalkan China pada 1940 ini bermula dari kepiawaiannya membangun bisnis hiasan bunga plastik menjadi sebuah kerajaan bisnis global, dengan diversifikasi anak perusahaan yang beragam.

Li mengaku, kesuksesannya terletak pada keyakinan yang kuat terhadap sinergitas dan kerja sama.”Idealitas masyarakat hanya dapat diperoleh jika setiap anggotanya siap dan mau mengemban tugas masing-masing,” katanya suatu saat. Cheung Kong Limited merupakan gerbong utama Cheung Kong Group yang memiliki operasi bisnis di 55 negara di dunia dan mempekerjakan sekitar 260 ribu staf personalia. Di Hong Kong, grup tersebut mempunyai delapan perusahaan yang terdaftar dengan kapitalisasi pasar gabungan.

Li dilahirkan pada 1928 di Chiu Chow, sebuah kota pantai di sebelah tenggara China.Pada 1940, dia menyeberang ke Hong Kong bersama seluruh keluarganya untuk menjauhi risiko perang. Ayahnya menderita tuberkulosis dan meninggal dunia di Hong Kong.

Sepeninggal ayahnya, tanggung jawab ekonomi dan mata pencaharian keluarga terbebani di pundaknya.Keinginan kuat untuk menghidupi ibu dan adik-adiknya membuat Li nekat meninggalkan sekolah pada usia 15 tahun demi bekerja.

Li berhasil mendapatkan pekerjaan di perusahaan perdagangan plastik tempat dia bekerja selama 16 jam per hari. Berkat kerja keras, ketangguhan mental, dan semangat tinggi, pada 1950 Li memberanikan diri mendirikan perusahaan sendiri dengan bendera Cheung Kong Industries.

Modal untuk mendirikan perusahaan didapatkan Li dengan meminjam dari keluarga dan kerabat. Karena keberaniannya dalam berbisnis, Li di Hong Kong sering dijuluki sebagai “Superman”.

Dari pabrik plastik inilah, sayap bisnis Li semakin berkembang, dengan mendirikan anak perusahaan yang bergerak di bidang investasi real estat.

Perusahaannya berhasil tercatat di Hong Kong Stock Exchange pada 1972. Semakin berkibarnya imperium bisnis Cheung Kong membuat Li percaya diri mengakuisisi Hutchison Whampoa pada 1975 dan Hongkong Electric Holdings Limited pada 1985.

Sekarang, bisnis Cheung Kong Group telah merambah berbagai area,di antaranya pengembangan properti dan investasi, agen dan manajemen real estat, perhotelan, telekomunikasi dan e-commerce, keuangan, ritel, kegiatan pelabuhan, energi, proyek infrastruktur dan bahan bangunan, media dan bioteknologi. Seperti kebanyakan pengusaha lainnya yang memiliki kesadaran sosial tinggi, Li juga tidak ingin kesuksesannya dinikmati sendirian.

Pada 2002, Universitas Manajemen Singapura mengabadikan perpustakaannya dengan nama Perpustakaan Li Ka Shing setelah ayah Richard Li itu mendonasikan dana sebesar USD11,5 juta untuk pengembangan pendidikan tinggi. Pada 2005,Li mengumumkan donasi sejumlah USD128 miliar untuk Fakultas Kedokteran Universitas Hong Kong.

Bahkan pada 9 Maret 2007 lalu, Li menyisihkan uangnya sebesar 100 juta dolar Singapura, untuk kemudian diberikan kepada Lee Kuan Yew School of Public Policy di Universitas Nasional Singapura. (economy.okezone.com)



Artikel Terkait:

0 komentar:

Post a Comment